Pages

 

Jumat, 10 Juni 2011

10 Perusahaan Tumbuh Tercepat di Asia, 3 Perusahaan dari Indonesia

0 comments

Ekonomi Indonesia tumbuh menjadi yang terpenting di kawasan Asia dengan kebijakan ekonomi yang tepat diterapkan pemerintah, bahkan Indonesia masuk dalam kelompok ekonomi  G20 sebagai negara ekonomi berpengaruh di Asia maupun dunia.  Seiring pertumbuhan ekonomi tersebut perusahaan-perusahaan Indonesia turut menyumbang jasanya dalam mengupgrade ekonomi Indonesia sekarang ini. tercatat beberapa perusahaan Indonesia masuk dalam 10 perusahaan dengan pertumbuhan tertinggi di Asia.

Seperti dikutip VIVAnews.com dari laman cnbc.com, Kamis, 9 Juni 2011 terdapat 15 perusahaan yang dianggap mengalami pertumbuhan paling cepat terlihat dari pertumbuhan rata-rata per tahun.

Untuk meyakinkan bahwa pencapaian ini bukan hal yang bersifat sementara, pendataan cnbc memuat data kinerja pertumbuhan rata-rata per tahun dari perusahaan tersebut selama lima tahun terakhir mulai dari 2005 hingga 2010.

Data cnbc ini juga membatasi daftar perusahaan hanya untuk korporasi yang mencatatkan saham di bursa dan menjadi benchmark dari pasar Asia-Pasifik. Selain itu, kapitalisasi pasar perusahaan ini dibatasi minimal US$50 juta untuk menjamin bahwa jumlah saham yang beredar benar-benar likuid.

Di antara 15 korporasi besar ini, terdapat tiga perusahaan Indonesia yang mampu masuk dalam daftar 10 besar perusahaan dengan pertumbuhan paling cepat.

Berikut ini daftar 10 perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di wilayah Asia:

10. Join In Holding (China)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 183 persen.
Bidang industri: real estate.

Join In Holding adalah perusahaan properti asal China yang berpusat di Huangshi, sebelah tenggara Provinsi Hubei.

Perusahaan yang berdiri pada 1990 ini, sebelum 2008 masih menggunakan nama Hubei Tianhua Holding Company. Join in Holding kini memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$485 juta (Rp4,36 triliun) dan mencatatkan sahamnya di Bursa Shanghai.

Pada 2010, pendapatan perusahaan tercatat US$17,2 juta (Rp154,8 miliar) naik dari tahun sebelumnya sebesar US$12,4 juta (Rp111,6 miliar).

9. Young Fast Optoelectronics (Taiwan)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 188 persen.
Bidang industri: teknologi.

Young Fast Optoelectronic adalah perusahaan manufaktur terbesar Taiwan yang memproduksi panel sensor sentuh berukuran kecil dan sedang.

Perusahaan ini berdiri pada 1999 dan memiliki masing-masing satu pabrik di Taiwan dan Vietnam, serta dua pabrik di China. Young Fast memiliki kapitalisasi pasar US$934 juta (Rp8,41 triliun) dan memproduksi 12 juta sensor per bulan.

Young Fast yang mencatatkan saham di Taiwan Stock Exchange ini biasa menyuplai sensor sentuh dan modul sentuh untuk perusahaan telepon pintar HTC, dan dua perusahaan Korea Selatan yaitu Samsung dan LG.

8. Ancora Indonesia Resources (Indonesia)


Rata-rata pertumbuhan per tahun: 201 persen.
Bidang industri: sumber daya alam.

Ancora Indonesia Resources merupakan perusahaan pertambangan sumber daya alam yang fokus pada tambang logam, minyak, dan bahan tambang lainnya.

Perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia ini memiliki dua anak usaha yaitu MNK yang merupakan satu-satunya perusahaan di Tanah Air yang bergerak di bidang pertambangan amonium nitrat. Satu perusahaan lain adalah Bormindo yang terlibat dalam pengeboran minyak di darat.

Tahun ini, Ancora menargetkan perndapatan tumbuh 25 persen dengan kapitalisasi pasar mencapai US$66,9 juta (Rp602,1 miliar).

7. Paladin Energy (Australia)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 216 persen.
Bidang industri: sumber daya alam.

Paladin Energy adalah perusahaan tambang uranium terbesar kedua di Australia serta memiliki beberapa proyek di Australia, Afrika, dan Kanada.

Dengan kapitalisasi pasar mencapai US$2,7 miliar (Rp24,3 triliun), perusahaan mencatatkan sahamnya di tiga bursa dunia sekaligus yaitu Australian Securities Exchange, Toronto Stock Exchange, dan Namibian Stock Exchange.
Seiring bencana alam yang melanda Jepang pada Maret lalu, pangsa pasar perusahaan tambang uranium termasuk Paladin turun karena kekhawatiran penundaan beberapa proyek pembangkit nuklir.

Paladin pernah mencatatkan rekor kenaikan produksi sebesar 47 persen dan 31 persen kenaikan penjualan pada sembilan bulan terakhir dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

6.Roc Oil (Australia)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 217 persen.
Bidang industri: sumber daya alam.

Roc Oil merupakan perusahaan minyak dan gas dengan kapitalisasi pasar mencapai US$284 juta (Rp2,56 triliun). Tahun lalu, perusahaan membukukan pendapatan sebesar US$235,4 juta (Rp2,11 triliun).

Perusahaan ini berdiri pada 1997 dan mencatatkan saham di bursa Australia pada 1999. Roc Oil selama ini bergerak pada kegiatan eksplorasi dan produksi minyak mentah dan gas alam. Sumur tambang yang dimiliki di antaranya berada di Australia, Inggris, Mauritania, Angola, China, dan Selandia Baru.

Roc Oil juga menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan tambang dari  China, Petrochina, dan CNOOC, Petronas dari Malaysia, dan BUMN tambang nasional, Pertamina (Persero).

5. Matahari Department Store (Indonesia)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 230 persen.
Bidang industri: ritel.

Matahari Department Store merupakan perusahaan ritel tertua dan terbesar di Indonesia.

Didirikan pada 1958, perusahaan ini memiliki sebanyak 80 gerai department store, 39 hipermarket, 29 supermarket, 46 gerai obat dan kecantikan, dan lebih dari 90 pusat hiburan. Matahari Department Store saat ini menguasai pangsa pasar ritel Indonesia sebesar 25 persen.

Pada April 2010, perusahaan ekuitas privat, CVC Capital Partners mengakuisisi 90 persen saham Matahari Department Store di PT Matahari Putra Prima Tbk senilai US$839 juta (Rp7,55 triliun). Matahari yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki kapitalisasi US$868 juta (Rp7,81 triliun).

4. Aquila Resources (Australia)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 308 persen.
Bidang industri: sumber daya alam.

Perusahaan tambang asal Australia ini memiliki tiga lini bisnis utama yaitu batu bara, bijih besi, dan bijih mangaan.

Dengan kapitalisasi pasar mencapai US$3,3 miliar (Rp29,7 triliun), perusahaan memiliki areal pertambangan di Australia, Afrika Selatan, Botswana, dan Indonesia.

Permintaan yang tinggi dari China membuat Aquila memperoleh pendapatan dari ekspor yang sangat besar. Australia selama ini menjadi pemasok terbesar untuk komoditas bijih besi China. Nilai perdagangan di antara dua negara itu diperkirakan mencapai US$83 miliar (Rp747 triliun) per tahun.

3. Truba Alam Manunggal Engineering (Indonesia)

Rata-rata pertumbuhan per tahun: 313 persen.
Bidang industri: Konstruksi dan energi.

Truba Alam Manunggal Engineerig merupakan kontraktor asal Indonesia yang terlibat dalam bidang energi, konstruksi, engineering, dan infrastruktur.

Perusahaan yang baru berdiri pada 2011 di Balikpapan, Kalimantan ini mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia dengan kapitalisasi pasar mencapai US$125 juta (Rp1,12 triliun).

Sampai saat ini, anak usaha perusahaan, PT Truba Jaya Engineering telah mengantongi kontrak senilai US$115 juta (Rp1,03 triliun), melampuai target 2010 sebesar US$100 juta (Rp900 miliar).

2. Fortescue Metals (Australia).
Rata-rata pertumbuhan per tahun: 383 persen.
Bidang industri: sumber daya alam.

Fortescue Metal adalah perusahaan tambang bijih besi ketiga terbesar di Australia dengan kapitalisasi pasar mencapai US$21,2 miliar (Rp190,8 triliun).

Dibangun pada 2003, perusahaan mengekspor lebih dari 27 juta ton bijih besi ke China selama setahun beroperasi. Australia selama ini memang tercatat sebagai eksportir bijih besi terbesar di dunia dengan menguasai 38 persen pasar logam dunia.

Pada April, perusahaan mengumumkan rencananya untuk mencatatkan saham dual listing di Bursa Hong Kong sebelum akhir 2011. Saat ini, Forescue Metals sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Australia.

1. Heilongjiang InterChina Water (China)


Rata-rata pertumbuhan per tahun: 988 persen.
Bidang industri: pengelolaan air.

Heilongjiang InterChina Water adalah penyedia air minum yang melayani konsumen di Provinsi Shanxi, Qinghai, dan Beijing

Perusahaan saat ini tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Shanghai dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai US$854 juta (Rp7,69 triliun).

Pada 2007, InterChina Water mencapai kesepakatan dengan pemerintah Provinsi Beijing untuk membangun 103 fasilitas pengolahan air limbah di Provinsi Hunan.

Saat ini, InterChina Water tercatat memiliki price to earning ratio (PER) 100 kali, lebih tinggi dari PER Shanghai Composite sebesar 14,8 kali. Perusahaan mencatatkan laba bersih 2010 sebesar US$6,5 juta (Rp58,5 miliar) atau melonjak 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan perusahaan juga meningkat dari US$13 juta (Rp117 miliar) menjadi US$23,5 juta (Rp211,5 miliar) pada tahun lalu.

Berita terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar